“Three Cups of Tea adalah salah satu cerita petualangan yang luar biasa. Kesulitan dan Bahaya Greg Mortenson’s untuk mendirikan sekolah-sekolah di bagian liar Pakistan dan Afghanistan tidak hanya sekedar bacaan yang mendebarkan, ini adalah sebuah bukti bahwa seorang pria biasa, dengan it’s proof that one ordinary person, yang berkarakter dan memiliki kebulatan tekad, benar2 dapat merubah dunia.” -Tom Brokaw
Buku ini kebetulan saya beli dengan harga kurang dari 20 ribu. Karena saya tertarik dengan ringkasan cerita yang ada di belakangnya. Tapi setelah saya menyelesaikan membaca buku ini, saya harus katakan buku ini bernilai jauh di atas 20 ribu.
Inilah kisah menakjubkan dan inspiratif tentang Indiana Jones sejati dan perjuangan kemanusiaannya yang mengharukan di “pekarangan belakang” rezim Taliban.
Seorang pendaki gunung, Greg Mortenson, dibawa nasib ke pegunungan Karakoram yang gersang di Pakistan setelah gagal mendaki puncak K2, gunung tertinggi kedua di dunia. Tersentuh oleh keramahan penduduknya, dia berjanji untuk kembali dan membangun sebuah sekolah.
Kisah ini berawal dari sebuah janji..
JANJI
Greg mengamati dan menyimak ketika anak-anak menyanyikan lagu kebangsaan Pakistan untuk mengawali hari sekolah. Dia melihat anak perempuan Twaha yang berusia delapan tahun, Jahan, berdiri tegap dibalik kerudung ketika bernyanyi. Setelah lagu berakhir, mereka duduk di tanah dan mulai menulis tabel perkalian. Beberapa anak, seperti Jahan, punya papan yang mereka tulisi dengan ranting dicelup lumpur. Yang lainya menulis di tanah dengan ranting. “Bisakah kau bayangkan anak-anak kelas empat di Amerika, sendirian, tanpa guru, duduk tenang dan mengerjakan pelajaran mereka?” tanya Greg di kemudian hari. “Hatiku seakan terkoyak … Aku tahu, aku harus berbuat sesuatu.
Tapi, apa yang bisa dilakukannya?sisa uang hampir tidak mencukupi untuk pergi dengan jip dan bus ke ibukota Pakistan, naik pesawat dan pulang. Akan tetapi, pasti dia bisa melakukan sesuatu.
berdiri di sebelah Haji Ali, memandangi pegunungan yang hendak didakinya setelah mengintari setengah belahan dunia, mendadak Greg merasa bahwa mencapai puncak K2 untuk meletakkan kalung tidaklah begitu penting. Dia melakukan sesuatu yang lebih baik dari pada itu untuk menghormati adiknya, Christa. Dia meletakkan kedua tangan di bahu Haji Ali. “Aku akan membangun sekolah,” ujarnya. “Aku berjanji.”
Seorang Greg, aplikasi luar biasa dari asuhan ayah bundanya, hingga membuatnya begitu memprioritaskan pentingnya kehidupan melayani dan mendidik. Demprey, ayahnya Greg yang suka berpergian suatu hari berkata pada istrinya yang sedang mengandung Greg, ‘Mereka perlu guru di Tanganyika, Ayo pergi ke Afrika’. Dan mereka begitu saja pergi ke Afrika. Demprey bekerja keras membangun rumah sakit pendidikan pertama di Tanzania dan Jerene, istrinya gigih memulai Sekolah Internasional Moshi. Yang disebut Greg sebagai PPB kecil, ‘Ada dua puluh delapan kebangsaan yang berbeda, dan kami merayakan semua hari libur; Hanukkah, Natal, Diwali, Idul Fitri.’ Setelah rumah sakit dan sekolah beres, keluarga Mortenson kembali ke Amerika.
Visi tersebut dibawa Greg dalam hidup. Itu ia buktikan setelah ia tersesat dalam perjalanan pendakian K2, puncak tertinggi kedua di dunia. Sesat yang membawa ia untuk akhirnya melakukan sesuatu hal yang menurut sederhana namun begitu luar biasa. Ia tersesat ke salah satu desa di lereng pegunungan K2, desa Korphe. Ia pria asing pertama yang tersesat, kumal dan sangat letih kemudian dirawat dengan jamuan terbaik di desa miskin oleh kepala desa. Kemudian mengetahui tidak adanya sekolah disana. Maka dimulailah perjuangan tuk membangun sekolah disana. Ia kembali ke Amerika, bekerja dan mengumpulkan uang, bahkan ia menjual apartemen, menyimpan barang di gudang sewaan, dan tidur dalam kantung tidur dalam mobilnya yang akhirnya ia jual untuk biaya keberangkatannya kembali ke Pakistan. Hingga sampai di Pakistan, usulan masih harus tertunda dan memutuskan kembali ke Amerika tuk mengumpulkan uang lagi demi terbangun sebuah sekolah di desa Korphe.
Walaupun mengalami penculikan dan mendapat kecurigaan dari warga setempat, Greg tetap kukuh dengan janjinya, hingga kini ia telah berhasil mendirikan sekolah hingga perbatasan Afghanistan. Sungguh kisah luar biasa…
Sungguh harga luar biasa dari sebuah pengasuhan. Betapa orang tua menjadi sosok terbaik dalam perjalanan kehidupan anaknya. Pengasuhan ini juga yang dibawa Greg dalam keluarganya, hingga anaknya, Amira, mendukung usaha ayah dalam melayani dan mendidik, salah satu melalui program Pennies for Peace dengan mengumpulkan uang receh dari sekolah ke sekolah untuk disumbangkan pada teman-teman seusia agar memperoleh kesempatan belajar sepertinya. Wow…luar biasa ^o^
Mari kita pun memulai….
Buku ini wajib Anda baca, bila Anda mengaku perduli terhadap pendidikan. Penuh Inspirasi, bukan hanya tentang keperdulian tapi tentang pengorbanan dan melakukan langkah yang nyata.
Simak juga ini :
0 komentar:
Posting Komentar