Awalnya saya tertarik membaca satu buku (kira-kira satu tahun yang lalu), karangan Mary Roach STIFF (Kehidupan Ganjil Mayat Manusia). Terbitan tahun 2007 untuk cetakan Indonesia. Di salah satu bab-nya (Makan Aku), saya membaca hal yang menarik. Jika Anda tidak keberatan membaca ini, saya harap Anda tidak perlu sambil membayangkan (ho..ho..ho.. karena saya tidak mau bertanggungjawab apa-apa ^^).
Saya akan menceritakan tentang beberapa bahan yang di jadikan obat pada abad 12-16 di beberapa negara. Dan saya hanya berfikir bagaimana jika saya harus menjadi apoteker pada masa itu (ha..hay..^^)
Saya bersyukur menjadi apoteker pada masa ini, sungguh saya tidak bisa membayangkan menjadi apoteker pada masa itu :
Peringatan : Jika Anda tidak merasa nyaman membaca ini, Anda bisa menghentikan segera ^^
Di pasar-pasar besar Arab abad ke-12, kadang-kadang jika Anda tahu tempatnya dan punya banyak uang serta tas besar yang tidak Anda pedulikan, Anda bisa mendapatkan barang yang disebut manusia termelifikasi. Kata kerja “mellify” berasal dari bahasa Latin untuk madu, mel. Manusia termelifikasi adalah orang mati yang direndam dalam madu. Nama lainnya adalah “gula-gula mumi manusia”, meskipun ini agak menyesatkan, karena, tidak seperti gula-gula rendaman madu lain dari Timur Tengah, yang ini tidak disajikan sebagai makanan pencuci mulut. Orang memakainya secara topikal dan, maaf sekali, secara oral sebagai obat.
Pembuatannya membutuhkan usaha yang luar biasa, baik di pihak si pembuat gula-gula, dan yang lebih penting lagi, di pihak bahan pembuatnya:
Di Arab ada pria-pria berusia 70 hingga 80 tahun yang bersedia memberikan tubuhnya untuk menyelamatkan orang lain. Mereka tidak memakan makanan, hanya mandi dan makan-minum madu. Setelah sebulan mereka hanya mengeksresikan madu dan akhirnya mati. Teman-temannya menempatkan dirinya dalam peti batu penuh madu untuk merendamnya. Pada peti itu ditulis tahun dan bulan ia di rendam. Setelah seratus tahun tutup peti itu dibuka. Gula-gula ini dibuat untuk mengobati lengan atau kaki yang terluka. Memakan dalam jumlah kecil dan segera menyembuhkan keluhan.
Resep di atas dimuat dalam Materia Medika China, sebuah kompendium tanaman dan hewan obat yang disusun tahun 1957 oleh naturalis besar Li Shih-chen. Li dengan hati-hati menyatakan bahwa ia tidak tahu persis apakah kisah pria termelifikasi ini benar. Ini tidak semelegakan kedengarannya, karena jika Li Shih-chen tidak memepertanyakan kejujuran Maerial Medika, maka ia merasa yakin bahwa isinya benar. Ini artinya sisa isi buku ini hampir pasti digunakan sebagai obat di China pada abad ke-16 :
Ketombe manusia (“paling baik untuk orang gemuk”), kotoran lutut manusia, kotoran telinga manusia, nafas manusia, gendang telinga lama, “jus perasan tinja babi” dan “kotoran dari ujung proksimal buntut kedelai”.
La fevre menawarkan sebuah resep untuk membuat eliksir mumi buatan sendiri menggunakan jenazah “pria muda sehat” (penulis lain lebih jauh mengkhususkan pria muda berambut merah). Syarat yang mengejutkan bahwa ia telah dicekik, digantung atau ditombak. Resep ini dibuat dengan mengeringkan, mengasapkan, dan menggiling daging (satu hingga tiga grain mumi dalam campuran daging ular berbisa dan anggur), tetapi Le Fevre tidak memberikan petunjuk bagaimana atau di mana mendapatkan pemuda rambut merah yang tercekik atau terkena tombak (ha..ha..ada-ada saja).
Contoh lain obat berbahan manusia yang lebih menyebabkan rasa tidak nyaman daripada meredakan keluhan, antara lain lembaran kulit manusia yang diikat di sekeliling betis untuk menyegah karm, “plasenta cair yang sudah lama,” untuk “menenangkan pasien yang rambutnya berdiri tanpa sebab” , dalam kutipan Li Shih-chen untuk yang berikut ini, “tinja cair bening” untuk cacingan (baunya akan mendorong cacing merangkak keluar dari setiap lubang tubuh dab meredakan iritasi), darah segar yang disuntikan ke wajah untuk eksim (populer di Prancis pada zaman tulisan Thompson), batu empedu untuk cegukan, karang gigi manusia untuk sengatan serangga, tingtur pusar manusia untuk nyeri tenggorokan, dan liur perempuan yang dioles ke mata untuk oftalmia. (Orang Romawi, Yahudi dan Cina kuno sangat tertarik pada aier liur, meski sejauh yang diketahui penulis seseorang tidak bisa menggunakan air liurnya sendiri). Pengobatan akan mensyaratkan jenis air liur, liur perempuan, liur bayi bayi baru lahir bahkan liur Kerajaan (????). Menurut Li Shih-chen, untuk kasus “mimpi buruk akibat serangan iblis”, penderita yang malang diobati dengan “diludahi perlahan pada wajah”(ha..haay, sepertinya ini terjadi dimana-mana).
Jadi saya kembali bertanya, seperti apa apoteker pada masa itu ^^ ?
0 komentar:
Posting Komentar